Sabtu, 01 September 2012

Kisah Seorang Sahabat

Ini adalah pengalaman pribadi sahabatku, tidak ada maksud jelek ketika aku menuliskannya di blog ini. Hanya ingin memetik hikmah dan mengambil pelajaran dari kisah ini.


Aku seorang dokter muda yang baru saja menandatangani kontrak di sebuah Rumah Sakit Umum. Hidupku aman-aman saja  sebelumnya sampai akhirnya aku bertemu dengan dia. Seorang pria dewasa berasal dari Jawa dan sudah berkeluarga. Dia adalah seorang TNI berpangkat rendah, pintar, baik dan good looking (aku suka memanggilnya Mas). Hal pertama yang membuat ku salut adalah dia tidak pernah menutupi kalau dia sudah berkeluarga dan mempunyai seorang anak laki-laki. Tidak seperti lelaki lain pada umumnya yang senang mengaku bujangan demi menggoda gadis-gadis lain. Dan entah bagaimana, kami pun bertukar nomor handphone.

Awal mula kami saling mengirim pesan singkat ketika dia menanyakan beberapa obat pereda demam untuk anaknya, lalu obat penghilang nyeri untuk istrinya yang sakit gigi, dan obat sakit kepala yang aman untuk dirinya. Dan akhirnya aku jadi rajin menanyakan kabar keluarganya dan kira-kira apa lagi yang bisa kubantu.

Lalu pesan-pesan singkat itu berubah menjadi bentuk perhatian antara kami berdua. Menanyakan hal remeh temeh namun membuat bibir tersenyum dan hati senang. Berlanjut menjadi telpon-telponan dan bercerita tentang banyak hal. Dia pintar, bahkan untuk ukuran seorang prajurit rendah. Mungkin dia jauh lebih pintar dari seorang jenderal. Itu yang membuat ku suka, hmmm......kagum mungkin.

Dia bahkan mengenalkanku kepada istrinya. Namun celakanya, istrinya tampak tak suka denganku. Bukan tanpa sebab, dia kepergok menyimpan semua sms-sms dariku. memang tak ada yang aneh dari sms-sms tersebut. Karena kami memang hanya sebatas teman. Pesan-pesan itu hanya sebatas bertanya sudah makan atau belum dan cerita-cerita lucu dan aneh yang terjadi di kantorku atau pun di kantornya. Yang membuat aneh mungkin, kenapa dia menyimpan sms-sms itu. atau mungkin tak sempat di hapus.

Si Mas langsung melarangku untuk mengiriminya lagi pesan singkat ke HP nya, karena dia sudah ribut besar dengan sang istri. Aku pun langsung meng-iya-kan karena aku tak mau merusak hubungan rumah tangga orang lain. Pun kami hanya berteman.



Tak sampai 2 hari berselang, aku menerima sms dari si Mas yang mengatakan bahwa agak aneh dan ganjil tidak sms-an denganku. Persis sama, aku pun merasa begitu. Tidak ada yang membangunkanku di pagi hari dan menyuruhku makan. Lalu kami membuat keputusan bahwa aku boleh sms-an dengannya ketika dia yang memulai sms duluan. Karena itu berarti ia sedang berada di luar rumah atau istrinya sedang tak ada.
Kami hanya punya waktu setengah hari untuk saling berkirim kabar. Karena ketika malam tiba, aku sama sekali tak boleh mengirim pesan untuknya. Padahal aku punya waktu yang cukup panjang di malam hari, dan...kesepian. Tapi demi menjaga keutuhan rumah tangga temanku, aku rela.

Tak lama setelah itu, kami jadi sering jalan berdua. Makan siang, makan malam atau hanya sekedar jalan-jalan. Namun tak pernah lebih dari itu. kami benar-benar hanya teman. Dia pria bertanggung jawab, sama sekali dia tak pernah melecehkanku. Jangankan berani macam-macam denganku, ketika menyeberang jalan saja ia hanya menarik tasku, sama sekali tak menyentuh aku.

Maka pekerjaanku setiap hari adalah menunggu pagi tiba agar dapat sms-an dengannya. Entahlah..kami hampir selalu bertemu. Tentu saja untuk bercerita atau hanya sekedar mengobrol. Namun aku selalu suka sms-sms nya. Kata-katanya. Itu selalu yang kutunggu. Ketika Hp ku berbunyi tanda pesan masuk, maka aku melompat dari dudukku berharap itu pesan darinya. Ia selalu bisa membuat bibir tersenyum dan hati bahagia, bahkan ketika aku sedang tak ingin tersenyum. Bahkan keegoisannya juga membuatku menyunggingkan senyum.

Namun keadaan berubah....
Ketika aku merasa rindu... namun tak boleh. Ketika aku ingin bercerita namun di larang. Maka dia dengan gampang mengirimiku sms :
"kangen kamu... *jangan di balas*"
Dan bercerita banyak hal namun aku tak boleh membalas smsnya karena istrinya sedang di rumah.
Ketika aku butuh dia, dia tak ada. Namun aku selalu ada baginya. Ini tidak adil.
Pernah sekali waktu aku mengiriminya pesan mengatakan bahwa aku sedang sedih, butuh teman curhat. Dia hanya membalas " JGN SMS!! istriku di rumah! "
Hah......
Dia pikir dia siapa yang seenaknya membuat peraturan seperti itu? Hanya dia yang berhak dihargai? Sedang aku tidak? Teman seperti ini sebaiknya di buang jauh-jauh. Lagi pula hanya sebatas teman, tidak lebih!!

Lalu aku mulai merasa... aku menganggapnya lebih. Tidak hanya sebatas teman. Aku benci ketika melihat dia mengobrol dengan wanita lain. Marah ketika dia menganggapku sama dengan teman-temannya yang lain. Tak lebih.
Aku mulai sadar bahwa yang ku rasakan adalah cinta. Namun sepertinya cintaku bertepuk sebelah tangan. Karena ia hanya menganggapku teman. Aku marah karena tak bisa memilikinya, dan ia tak punya perasaan yang sama denganku.

Tapi ketika dihadapkan pada pertanyaan, apabila ia memiliki perasaan yang sama denganku, maka apa yang aku harapkan? ia bercerai dengan istrinya? lalu aku akan menjadi ibu tiri bagi anaknya?
Hening....
Aku pun tak mau demikian. Aku belum siap jadi wanita perusak rumah tangga orang lain. Dan seorang ibu tiri.

Aku pun menjauh darinya. Perlahan pergi dari kehidupannya. Aku tak lagi membalas sms-smsnya. Tak mengangkat teleponnya.
Dia bertanya-tanya akan perubahan sikapku. Aku bilang tak ada alasan. Hanya lagi sibuk dan sedang tak sempat melakukan apapun. Ternyata dia berfikir aku tak berbohong. Tetap saja dia menghujaniku dengan perhatian-perhatiannya. Itu membuatku sakit. Karena aku tak bisa memilikinya. Hingga aku pun tak tahan lagi. Aku mendeklarasikan bahwa aku ingin menjauh darinya. Ia menanyakan alasanku. Tak ada alasan, jawabku. Namun ia tetap tak mau menjauh. Ia bersikukuh ingin terus berada disampingku.
Bahkan dengan kasar aku berkata kalau dia sudah berkeluarga tidak pantas dekat dengan orang lain. aku ingat betul kata-katanya :
"Setelah kau datang dan memberi warna pada hidupku, lalu dengan seenaknya kau mau pergi?"
Dan lagi-lagi dia mengingatkan bahwa kami hanya sahabat. Entah untuk meyakinkanku atau meyakinkan diri sendiri. Bahwa sepasang sahabat mengapa harus saling menjauh? Sepasang sahabat bisa menjadi teman seumur hidup.
Perih...mendengarnya hanya menganggapku sebagai sahabat. Lebih dari itu pun aku tak berani berharap.

Bukan tak pernah aku merindukannya..
Berharap dia akan selalu menelponku malam hari hanya untuk bilang : "Good night, have a nice dream" lalu telponnya di tutup.
Berharap selalu merasakan ia menarik tasku ketika membantu menyeberang jalan.
Selalu menghabiskan makananku kalau aku tak habis memakannya.
Selalu meminta maaf bahkan jika aku yang salah.
Cemberut kalau aku sudah bercerita tentang dokter-dokter pria di kantorku.
Aku selalu suka caranya menyetir, tak pernah menggenggam steer, hanya melebarkan telapak tangan.
Caranya menatapku dan kerutan keningnya ketika tak mengerti maksudku.
Selalu mengusap rambut sendiri ketika sedang gugup.
Bahkan kemarahan dan keegoisannya membuat ku suka.

Terlalu banyak kenangan yang ia berikan di kehidupanku. Hampir tak ada cacat. Bagaimana mungkin aku bisa membenci laki-laki seperti ini.
Namun aku harus bilang padanya bahwa "AKU BENCI DIA"
Hanya agar dia membenci aku, dan menjauh dari ku.

Dan tatapan itu, ketika aku mengatakan bahwa aku benci dia karena dia egois. Selalu mau tau urusanku, aku dimana, sedang apa dan bersama siapa. Aku tak suka ke-possessive-an nya mengganggu hidupku. Jadi aku memintanya untuk benar-benar menjauh dari hidupku. Karena aku tak suka punya teman seperti itu. Maka berhenti menganggapku sebagai sahabatnya. Aku harus berbohong mengatakan itu.
Tak kan pernah ku lupa tatapan itu. Tatapan rendah diri, malu dan sedih. Aku tau dia bahkan seperti akan menangis. Dan sebelum airmataku mendahului air matanya, aku berlari meninggalkannya di tepi jalan itu.

Dan benar-benar mengucapkan selamat tinggal pada semua yang pernah ia hadirkan. Kenangan indah ini membawa kepedihan bagiku. Karena tak pernah ada sedih yang ia berikan untukku. Dan sekarang... aku harus membuatnya bersedih karena aku.
Maaf mas... mungkin kita bertemu pada waktu yang salah. Aku berharap ketika kita akan bertemu suatu saat nanti, lagi...
Aku tidak sedang merasakan rasa ini!!
Tapi aku tau... butuh waktu lama, bahkan mungkin sangat lama bagiku untuk benar-benar menganggapmu.. biasa.

                                                            # # #


Aku sebagai pendengar dan penulis kisah ini sekaligus pemilik blog yang sah (lhoo??) tak tau harus memberikan nasehat, atau setidaknya kata-kata menyejukkan jiwa. Karena aku tau, takkan membantu menghilangkan sesak di dadanya atau apapun itu namanya.

Tapi aku punya sedikit pesan untuk Si Mas di luar sana yang mungkin tidak pernah membaca blog ini.
"Kita tidak bisa memiliki SEGALA yang kita mau seketika pada waktu yang sama. Uppsss.... bukan tidak bisa. Tapi tidak HARUS.."


6 komentar: